Model-Model Belajar & Pembelajaran

Makin maju ilmu pengetahuan mengakibatkan tiap generasi harus meningkatkan pola frekuensi belajarnya. Agar pendidikan dapat dilaksanakan lebih baik tidak terkait oleh aturan yang mengikat kreativitas pembelajar, kiranya tidak memadai hanya digunakan sumber belajar, seperti dosen/guru, buku, modul, audio visual, dan lain-lain, maka hendaknya diberikan kesempatan yang lebih luas dan aturan yang fleksibel kepada pebelajar untuk menentukan strategi belajarnya. Pola pembelajaran tradisional yang dikenal adalah di mana pengajar mempunyai kedudukan sebagai satu-satunya sumber belajar, menentukan isi dan metode belajar, serta menilai kemampuan belajar pebelajar dalam pembelajaran. Maka untuk itu dikembangkanlah berbagai metode pembelajaran yang sesuai untuk dapat mempertinggi proses belajar dan dapat mempertinggi hasil belajar. Ada beberapa alas an, mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi hasil belajar. Media pembelajaran yang dipersiapkan secara khusus oleh kelompok pengajar media yang berinteraksi dengan pembelajar secara tidak langsung, yaitu melalui media, pengajar kelas dan pengajar media. Pola pembelajaran yang demikian dapat digambarkan sebagai berikut:
Pola pemelajaran tersebut menggambarkan tanggung jawab bersama antara pengajar dan media, dan meningkatkan profesional pengajar. Di samping memperbanyak media pembelajaran juga mendesain bahan pembelajaran yang lengkap, sistematis, dan terprogram untuk keperluan belajar mandiri pembelajar. Oleh karena itu, kehadiran pengajar dapat sepenuhnya digantikan oleh media yang diciptakan. Media semacam ini disebut pengajar media. Pola pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
Model-Model Pengembangan Pembelajaran
Dewasa ini ada beberapa model pengembangan pembelajaran dan setiap model pengembangan pembelajaran memiliki keunggulan dan keterbatasan. Model-model pengembangan pembelajaran antara lain : model Briggs, model PPSI, model Elaborasi, model kemp, model Dick and Carey, model Gerlach dan Ely, Model Bela H.Banaty, model Merril, model IDI, model Degeng, model pembelajaran konstekstual, dll
Pada pengembangan ini ada enam model pembelajaran yang memiliki model yang berbeda, yaitu:
1. Model Elaborasi (1975)
Model Elaborasi, berorientasi pada cara untuk mengorganisasi pembelajaran, mulai dengan memberikan kerangka isi dari bidang studi yang diajarkan. Kemudian memilah isi bidang studi menjadi bagian-bagian, memilah tiap-tiap bagian menjadi sub-sub bagian, mengelaborasi tiap-tiap bagian, demikian seterusnya sampai pembelajaran mencapai tingkat keterincian tertentu sesuai spesiikasi tujuan.
2. Model PPSI (1976)
Model PPSI, memandang pengajaran sebagai suatu sistem. Bagian-bagian atau sub-sistem dari pengajaran, meliputi tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, alat-alat dan sumber pembelajaran dan evaluasi. Semua komponen tersebut diorganisir sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen dapat berfungsi secara harmonis.
Tugas guru dalam PPSI adalah menyusun urutan langkah-langkah sehingga tersusun suatu urutan-urutan system pengajaran yang baik. Adapun urutan langkah-langkah dalam PPSI itu adalah sebagai berikut:
* Merumuskan tujuan instruksional khusus
* Menyusun alat evaluasi
* Menetapkan kegiatan pembelajaran
* Merancang program pengajaran
* Malaksanakan program
3. Model Kemp (1985)
Model Kemp, berorientasi pada perancangan pembelajaran yang menyeluruh dengan sasaran guru sekolah dasar dan sekolah menengah, dosen perguruan tinggi, pelatih di bidang industry, serta ahli media yang akan bekerja sebagai perancang pembelajaran.
Menurut Miarso dan Soekamto, model pembelajaran Kemp dapat digunakan di semua tingkatpendidikan, mulai dari Sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Ada 4 unsur yang merupakan dasar dalam membuat model kemp:
* Untuk siapa program itu dirancang? (ciri pebelajar)
* Apa yang harus dipelajari? (tujuan yang akan dicapai)
* Bagaimana isi bidang studi dapat dipelajari dengan baik? (metode/strategi pembelajaran)
* Bagaimana mengetahui bahwa proses belajar telah berlangsung? (evaluasi)
4. Model Dick and Carey (1990)
Model Dick and Carey, berorientasi pada hasil dan sistem.Karena dengan menerapkan model ini, maka akan menghasilkan bahan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan model pengembangan ini menerapkan langkah-langkah yang sistematis.
Model Dick & Carey dimulai dengan mengenali tujuan pembelajaran, melakukan analisis pembelajaran , mengenali tingkah laku masukan dan karakteristik pebelajar, merumuskan tujuan performasi, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, mendesain dan melakukan penilaian normative. Kemudian langkah terakhir ialah memperbaiki atau merevisi pembelajaran.
5. Model Degeng (1990 dan 1997)
Memberi keluwesan dan keleluasaan bagi desainer dan pengembang untuk mengembangkan gagasan dan menuangkannya dalam karya nyata pada produk pengembangannya. Hal tersebut tergambar secara kronologis tentang penyampaian dari hal-hal mendasar atau konseptual, prinsip, dan berurutan. Pada posisi ini, pembelajaran disusun melalui langkah-langkah penyampaian tujuan, pengambaran dalam epitome dan penjabaranya.
Kandungan prinsip teori Elaborasi yang adaptasi dalam Model Degeng (1990, 1997) sejalan dengan prinsip-prinsip umum pembelajaran dikemukakan oleh para ahli dan mengikuti norma umum pembelajaran yang menggunakan teori sistem (Muhamad, 1999).
Model Degeng termasuk model pengembangan pembelajaran:
* Classroom focus yaitu: pembelajaran yang didalamnya melibatkan; pengajar, pembelajar, kurikulum, dan fasilitas;
* Untuk pengembangan paket pembelajaran digunakan secara klasikal dan individual;
* Untuk pengembangan pembelajaran pada kappabilitas belajar fakta, konsep, prosedur dan prinsip
* Dalam pengorganisasian isi pembelajaran menggunakan teori Elaborasi baik pada strategitingkat mikro maupun macro;
* Bersifat prespektif, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada tujuan dan pemecahan belajar, dan
* Memiliki langkah-langkah yang lengkap dan mampu memberikan arahan detail sampai padatingkat produk yang jelas
6. Model CTL (1986, 2000)
Model Pembelajaran konstekstual (Constextual Teaching and Learning(CTL)), merupakan konsep belajar yang membantu guru yang mengaitkan antara bahan/materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata pebelajar dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi pembelajar.
Pembelajaran konteksual (Contextual Teaching and learning(CTL)), adalah konsep belajar yang membantu pengajar mengaikan antara bahan/materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata belajar dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara pengetahuan yang demikian dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuan komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstrutivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian sebenarnya.
Penerapan CTL dalam pembelajaran di kelas
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajaranya, yaitu konstrutivisme,menemukan , bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya
Desain Model Pembelajaran Berbasis CTL
Dalam pembelajaran CTL, program pembelajaran lebih merupakan kegiatan kelas didesain pengajar, yang berisi scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama pembelajar sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya.
Penyusunan desain program pembelajaran berbasis CTL adalah sebagai berikut:
* Nyatakan kegiatan utama pembelajaranya, yaitu sebuah peryataan kegiatan pembelajar yang merupakan gabungan antara kompetisi dasar, materi/bahan pokok, dan indicator pencapaian hasil bekajar.
* Nyatakan tujuan umum pembelajaran
* Rincian media untuk mendukung kegiatan itu
* Buatlah scenario tahap demi tahap kegiatan pemblajar.
* Nyatakan authentic assessment-nya yaitu dengan data apa pembelajar dapat diamati partisipasinya dalam authentic assessment-nya.
Dalam prakteknya guru (pengajar) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia dan kondisi guru itu sendiri.Berikut disajikan beberapa model pembelajaran untuk dipilih dan dijadikan alternatif:
  1. CL (Cooperative Learning)
  2. RME (Realistic Mathematics Education)
  3. DL (Direct Learning)
  4. PBL (Problem Based Learning)
  5. Problem Solving
  6. Problem Posing
  7. OE (Open Ended)- Problem Terbuka
  8. Probing-Prompting
  9. Pembelajaran Bersiklus (Cycle Learning)
  10. Reciprocal Learning
  11. SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy)
  12. TGT (Teams Game Tournament)
  13. VAK (Visualization, Auditing, Kinstetic)
  14. AIR (Auditory, Intellectuality, Repetition)
  15. TAI (Team Assisted Individuality)
  16. STAD (Student Team Achievement Division)
  17. NHT (Numbered Head Together)
  18. Jigsaw
  19. TPS (Think Pair Share)
  20. GI (Group Investigation)
  21. MEA (Mean ands Analysis)
  22. CPS (Creative Problem Solving)
  23. TTW (Thing Talk Write)
  24. TS-TS (Two Stay-Two Stray)
  25. CORE (Connection, Organizing, Reflecting, Extending)
  26. SQ3R (Survey, Question, Recite, Review)
  27. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
  28. MID (Meaningful Instructional Design)
  29. KUASAI
  30. Circuit Learning
  31. Complete Sentence
  32. Concept Sentence
  33. Time Token
  34. Take and Give
  35. Superitem
  36. Hibrid
  37. Treffinger
  38. Kumon
  39. Demonstration
  40. Quantum
Semoga kita sebagai seorang pendidik tidak mengajar siswa kita dengan gaya mengajar kita yang tidak humanis. Siswa kita adalah mutiara bangsa yang akan meneruskan pembangunan bangsa dan negara ini...

0 komentar

Post a Comment