Isu kiamat dibulan Desember 2012 bukanlah isu pertama soal tibanya hari akhir.
Datangnya kiamat telah menjadi pertanyaan besar sepanjang peradaban manusia.
Meski teks agama menegaskan tak seorang pun yang mengetahui, manusia terobsesi
mencarinya. Ini wujud ketakktan manusia akan datangnya kematian.
Beberapa waktu yang lalu, isu kiamat
pernah muncul pada 9 September 1999 (9-9-99) saat kondisi politik dan ekonomi
Indonesia kacau. Isu juga muncul saat perayaan 1 Januari 2000 dengan ancaman
kegagalan sistem komputer global. Beberapa sekte keagamaan di Indonesia pernah
berusaha melakukan bunuh diri massal demi menyongsong kiamat. Isu kiamat selalu
muncul ketika manusia menghadapi banyak kejadian di luar kendalinya.
Keterpurukan ekonomi, ketidakpastian politik, kegagalan akulturasi budaya,
hingga adanya prediksi bencana katastropik walau belum tentu benar.
Saat manusia menghadapi hal baru yang
tak bisa dipahami dan tak ada presedennya, isu kiamat muncul. Hadirnya
perspektif baru sains, teknologi, media, hingga cara berkomunikasi membuat
semua menjadi transparan. Menimbulkan keterkejutan sekaligus kekhawatiran.
Kondisi itu diperparah oleh
ketidakmampuan pilar-pilar keyakinan atau sistem nilai untuk memahami gejala
yang ada. Sejak Perang Dunia I dan II, skeptisme masyarakat muncul dan menimbulkan
ketidakpercayaan pada peradaban modern. Interaksi global yang meluluhlantakkan
nilai-nilai tradisional membuat batas kebaikan dan keburukan kian tipis. Gejala
kepanikan muncul, antara lain, munculnya fanatisme berlebihan atas agama,
etnik, atau kelompok.
Perbedaan si Kaya dan si Miskin Menghadapi Isu Kiamat
Perbedaan si Kaya dan si Miskin Menghadapi Isu Kiamat
Kiamat, yang pasti tak seorang pun yang
tahu kapan itu akan terjadi. Isu kiamat
tahun1999, 2000 dan 2012 merupakan bagian dari manajemen teror, menakut-nakuti
orang dengan kematian. Mungkin Isu ini hanya efektif untuk orang-orang di
negara maju yang telah lama menikmati kesejahteraan dan orang-orang di
Indonesia yang ekonominya mapan dan bisa menikmati hidup. Akan tetapi, isu
kiamat akan gagal bagi orang pinggiran yang akrab dengan penderitaan. Rasa
cemas, khawatir, dan takut, termasuk takut atas mati, ada dalam setiap manusia.
Rasa itu diatur dalam sistem limbik dalam otak bagian tengah yang mengatur
hal-hal terkait emosi.
”Di Indonesia, banyak orang berani mati,
tetapi takut hidup,” kata Dosen Psikologi Sosial Universitas Gadjah Mada, Helly
P Soetjipto. Mereka yang terbiasa susah paling mudah beradaptasi saat bencana
tiba. Sebaliknya yang terbiasa hidup enak, kesusahan adalah kiamat.
Helly menyatakan, kematian adalah misteri hidup yang pasti datang. Sayangnya, persiapan menghadapi kematian dilakukan lebih banyak dengan menumpuk materi. Cinta dunia membuat orang takut mati. Persiapan menghadapi kematian juga terkait dengan pandangan manusia tentang mati, apakah sebagai terminal (akhir dari siklus hidup) atau hanya gerbang menuju ”hidup” baru.
Helly menyatakan, kematian adalah misteri hidup yang pasti datang. Sayangnya, persiapan menghadapi kematian dilakukan lebih banyak dengan menumpuk materi. Cinta dunia membuat orang takut mati. Persiapan menghadapi kematian juga terkait dengan pandangan manusia tentang mati, apakah sebagai terminal (akhir dari siklus hidup) atau hanya gerbang menuju ”hidup” baru.
Neurosains
Sistem limbik ada pada semua primata, termasuk manusia. Sistem ini tidak hilang. Untuk menjelaskan ketakutan yang tak bisa dijelaskan dalam dirinya, manusia mencari kekuatan di luar dirinya yang bersifat transendental. Hal itu membuat mereka tenang dan pusat kesenangan dalam otaknya tersentuh. Kesenangan merupakan fondasi rasa bahagia.
Sistem limbik ada pada semua primata, termasuk manusia. Sistem ini tidak hilang. Untuk menjelaskan ketakutan yang tak bisa dijelaskan dalam dirinya, manusia mencari kekuatan di luar dirinya yang bersifat transendental. Hal itu membuat mereka tenang dan pusat kesenangan dalam otaknya tersentuh. Kesenangan merupakan fondasi rasa bahagia.
Sebelum ada agama, sesuatu yang
transendental dicari pada benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan, seperti
pohon atau batu. Saat itu, kiamat belum dikenal. Sumber kesedihan adalah
kematian dan bencana. Setelah agama hadir, agama jadi pegangan. ”Dari agama,
manusia memahami kematian dan mengenal istilah kiamat,” kata Taufiq yang
menjadi pendiri Center for Neuroscience Health and Spirituality Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Rasa takut itu bisa dinetralkan. Selain
memiliki sistem limbik, manusia mempunyai sistem korteks di bagian depan otak
manusia. Sistem korteks terkait dengan nalar dan logika.
Meskipun mendapat penjelasan tentang kematian dari agama, sistem korteks membantu merasionalkan rasa takut. Sistem korteks harus menjadi bagian utama saat menganalisis ketakutan. Jika yang memimpin sistem limbik, rasa takut akan memancing emosi yang mengharu biru.
Meskipun mendapat penjelasan tentang kematian dari agama, sistem korteks membantu merasionalkan rasa takut. Sistem korteks harus menjadi bagian utama saat menganalisis ketakutan. Jika yang memimpin sistem limbik, rasa takut akan memancing emosi yang mengharu biru.
0 komentar
Post a Comment